DETIK ISLAMI - SEPUTAR MASJID
Terletak di sisi alun-alun, Masjid Raya Bandung menjadi poros syiar
Islam di Kota Kembang. Bangunan kuno ini telah bermetamorfosa menjadi
sebuah masjid yang megah dan indah.
Siapa sangka bangunan megah itu dulunya hanya berupa panggung kayu
sederhana. Masjid Raya Bandung, dulu dikenal sebagai Masjid Agung
Bandung, mulai dibangun pada 1812. Waktu pertama berdiri hanya ada satu
panggung tradisional dengan tiang kayu, berdinding anyaman bambu, dan
beratap rumbia. Sebuah kolam besar tersedia untuk mengambil wudhu.
Baru mulai 1826, masjid ini menjadi bangunan berkonstruksi kayu.
Masjid Raya Bandung akhirnya menggunakan batu bata dan atap genting,
atas prakarsa Bupati RA Wiranatakoesoemah IV yang menjabat pada
1846-1874.
Mengutip situs resmi pariwisata Kota Bandung letak Masjid Raya yang
berada di tengah-tengah kegiatan komersial yang amat padat, merupakan
ciri utama yang dimiliki masjid ini. Bangunan yang tampak seperti saat
ini merupakan hasil beberapa kali renovasi. Sejak renovasi tahun 1826,
pembongkaran kembali dilakukan pada 1850, 1900, 1930, 1955, hingga
terakhir pada 2006 lalu. Renovasi itu termasuk penataan ulang alun-alun
yang persis berada di depan Masjid Raya.
Sekarang, masjid ini sudah dilengkapi pagar tembok setinggi 2 meter
bermotif sisik ikan, sebagai penanda ornamen khas Priangan. Atap tumpang
susun tiga yang dipakai sejak 1850 diubah menjadi kubah model bawang
bergaya Timur Tengah. Serambi diperluas, ruang panjang di bagian
kiri-kanan masjid disatukan dengan bangunan induk. Dua menara kembar
yang menjulang setinggi 81 meter menjadi ciri khas utama masjid ini.
Mulai sore hari, kawasan alun-alun sudah ramai pengunjung yang
ngabuburit dan mencari takjil untuk berbuka. Azan maghrib sebagai
penanda senja lalu bergaung dengan indah, seakan membangunkan seluruh
kota untuk kembali menghadap-Nya. Para mojang jajaka berbondong-bondong
memasuki masjid ini untuk salat maghrib dan ibadah lainnya.
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar