DETIK ISLAMI - ANDA HARUS TAU
PERTAMA mendengar nama IPB mungkin yang terlintas tidak hanya sebatas
nama besarnya sebagai Institut Pertanian Bogor. Lebih dari itu, bisa
jadi nama IPB memiliki arti berbeda, antara lain yang pertama adalah
Institut Pleksibel Banget (lafadz huruf ‘F’ dari kata ‘fleksibel’ dalam
ejaan bahasa Sunda menjadi ‘P’). Hal ini karena lulusan IPB terkenal
bisa bekerja di beragam profesi, mulai dari wartawan, karyawan bank,
peneliti, dosen hingga menteri. Kedua, IPB juga sering disebut sebagai
Institut Pesantren Bogor. Untuk yang satu ini, IPB memang ibarat
pesantren bagi para mahasiswa/inya serta para dosen dan karyawan/ti yang
mayoritas muslim. Suasana islami kampus IPB sangat kondusif untuk
pembelajaran dan perkembangan pemikiran Islam di kalangan civitasnya.
Istilah ‘pesantren’ itu juga didukung adanya fakta bahwa 90% mahasiswi,
dosen dan karyawati muslimah di IPB menutup aurat alias mayoritas
berkerudung, atau yang di Indonesia kerudung sering diistilahkan dengan
‘jilbab’. Akan tetapi, apakah memang kerudung sama dengan jilbab??
Fenomena menutup aurat
Di era tahun 1980-1990-an, kerudung dan jilbab disebut sebagai simbol
gerakan baru keagamaan di Indonesia. Hal ini karena di mana kaum muda
di kalangan mahasiswa dan pelajar cenderung melakukan purifikasi dalam
sikap keberagamaan mereka, termasuk dalam berbusana. Seiring dengan
perjalanan zaman, penggunaan kerudung dan jilbab mulai mengalami
perkembangan pesat. Di abad 21, penggunaan kerudung dan jilbab semakin
marak di berbagai kalangan, melintasi batas-batas kalangan pelajar dan
mahasiswi yang menjadi perintis. Pada universitas-universitas negeri
maupun swasta, mahasiswi yang berkerudung dan berjilbab lebih banyak
dibandingkan mahasiswi yang tidak berjilbab. Kerudung dan jilbab pun
mulai menjadi trend perempuan muslimah.
Kerudung dan jilbab sebagai kewajiban dari Allah
Seorang muslimah mengenakan kedua pakaian syar’iy (kerudung dan
jilbab) sebagai refleksi keimanannya kepada Allah Swt. Iman yang benar
pasti akan mendorong seorang mukmin untuk melaksanakan perintah Allah
dan Rasul-Nya yang diimaninya. Firman Allah Swt: “Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat
yang nyata.” (TQS Al-Ahzab [33]: 36). Kerudung dan jilbab wajib dipakai
ketika dirinya sudah baligh (sudah mengalami menstruasi). Penggunaan
kerudung harus disertai jilbab, demikian pula sebaliknya. Kerudung
dikenakan bersama jilbab ketika keluar rumah ataupun berinteraksi dengan
orang yang bukan mahram.
Kerudung
Kerudung atau khimar merupakan penutup kepala yang disyariatkan Allah
Swt kepada perempuan muslimah, sebagaimana firman Allah Swt:
“Katakanlah kepada perempuan yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
perempuan-perempuan Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap
perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (TQS An-Nuur [24]:31).
Kriteria pemakaian kerudung adalah tidak tipis. Jika tipis maka harus
diberi lapisan tebal di bawahnya. Batas minimal panjang kerudung adalah
amenutupi juyuub (dada) serta harus menutupi kepala, rambut, dua
telinga, leher dan dada. Adapun kerudung yang tidak sesuai syariat:
tidak menutup leher, hanya sampai menutup leher, tidak menutup telinga,
rambut masih terlihat, memperlihatkan perhiasan seperti kalung dan
anting, tipis/transparan dan ketat membentuk lekuk kepala/tubuh.
Jilbab
Jilbab berasal dari akar kata jalaba (jamaknya jalaabib), yang
berarti menghimpun dan membawa. Jilbab adalah pakaian luar yang menutupi
segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa,
sebagaimana firman Allah Swt: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Al-Ahzab [33]:
59).
Selanjutnya, hadits dari Ummu ‘Athiyah yang berkata: “Rasulullah saw
telah memerintahkan kepada kami untuk keluar (menuju lapangan) pada saat
Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha; baik perempuan tua, yang sedang
haid maupun perawan. Perempuan yang sedang haid menjauh dari kerumunan
orang yang sholat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang
ditujukan kepada kaum muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah saw,
salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.” Beliau kemudian
bersabda, “Hendaklah salah seorang saudaranya meminjamkan jilbabnya.”
Ketika Ummu ‘Athiyah bertanya tentang seseorang yang tidak memiliki
jilbab, tentu perempuan tersebut bukan dalam keadaan telanjang,
melainkan dalam keadaan memakai pakaian yang biasa dipakai di dalam
rumah yang tidak boleh dipakai untuk keluar rumah. Dan perempuan yang
tidak memiliki jilbab harus meminjam kepada saudaranya. Jika saudaranya
tidak bisa meminjamkannya, maka yang bersangkutan tidak boleh keluar
rumah.
Jilbab seringkali disebut sebagai budaya bangsa Arab. Jilbab bukanlah
budaya bangsa Arab, jilbab merupakan syariat Islam. Jika jilbab
merupakan budaya bangsa Arab, tentu ayat itu tiada berguna. Ayat tentang
kewajiban berjilbab ini turun di Madinah. Hikmah mengenakan jilbab
adalah supaya lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu. Bagian akhir
ayat bahwa ‘Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’ dimaksudkan bahwa
Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap apa yang telah berlalu
di masa jahiliyah di mana mereka belum mengetahui dan memahami tentang
kewajiban jilbab.
Di zaman Rasulullah saw, jika orang-orang fasik melihat seorang
perempuan yang mengenakan jilbab, maka mereka mengatakan bahwa ini
perempuan merdeka dan mereka tidak berani mengganggu perempuan itu. Jika
mereka melihat perempuan itu tidak mengenakan jilbab, maka mereka
mengatakan bahwa ini budak perempuan, sehingga mereka menggodanya.
Perempuan berjilbab itu menjadi mulia karena diketahui bahwasanya mereka
adalah perempuan merdeka sehingga orang-orang fasik itu tidak
mengganggunya. Orang-orang fasik tidak berani mengganggu muslimah,
karena pelecehan terhadap muslimah akan menerima hukuman besar.
Disamping itu, segala gangguan dan pelecehan terhadap muslimah pada
hakikatnya adalah pelanggaran terhadap kehormatan kaum muslimin secara
keseluruhan.
Bentuk pakaian wanita yang tidak termasuk kriteria jilbab adalah sebagai berikut:
• rok panjang dan baju kurung
• celana panjang dan baju kurung
• kerudung panjang sampai menutupi pantat tetapi jubahnya tidak sampai telapak kaki
• jubah panjang sampai telapak kaki tetapi ada potongan/belahan di pinggir pakaian dari bawah sampai betis, lutut atau paha
• jubah sampai telapak kaki tetapi ketat sehingga membentuk lekuk tubuh
• jubah sampai telapak kaki dan luas tetapi transparan sehingga terlihat warna kulit tubuhnya
• jubah sampai telapak kaki, luas dan tidak transparan tetapi bukan
merupakan baju luar karena di dalamnya tidak ada pakaian rumah (mihnah).
Solusi
Islam memandang perempuan sebagai suatu kehormatan yang wajib dijaga
dan dipelihara. Islam mensyariatkan kerudung dan jilbab adalah untuk
menjaga dan memelihara kehormatan itu. Nabi saw bersabda: “Perempuan itu
adalah aurat.” Badan perempuan harus ditutupi sebagai aurat yang
merupakan kehormatan baginya. Jika aurat itu dilihat orang yang tidak
berhak, maka perempuan itu dilecehkan kehormatannya.
Para perempuan yang tidak memakai pakaian syar’iy (kerudung dan
jilbab) di depan umum, berarti dia telah menyia-nyiakan payung hukum
baginya. Perempuan yang mengobral auratnya sesungguhnya telah
menjatuhkan martabat dan kehormatannya sendiri. Ini tidak diperkenankan
dan pelakunya bisa dikenakan hukuman ta’zir (hukuman untuk mendidik)
oleh negara. Dalam sistem peradilan Islam, hakim bisa menjatuhkan
hukuman jilid pada perempuan yang keluar rumah tanpa mengenakan kerudung
dan jilbab. Jika mengulangi lagi, maka perempuan itu akan diasingkan
selama 6 bulan. [Nindira Aryudhani]
Disarikan dari buku “Jilbab, antara Trend dan Kewajiban”
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar